I used to hate social media, bahkan memutuskan untuk stay anonim sehingga tidak ada orang yang bisa mencari jejak digitalku. I used to hate it so much. Tapi itu dulu, sebelum aku akhirnya mulai mendalami blog dan kekuatan media sosial. I was wrong, definitely.
And it's all started with diriku yang mulai membuka pikiranku bahwa meski bagaikan pedang bermata dua, media sosial bisa digunakan untuk berbagai macam hal positif. Untuk mencari cuan, misalnya. Nggak, kamu nggak salah baca kok. Sekarang medsos bener-bener bisa digunakan untuk menggendutkan rekening loh.
Tentang Media Sosial, Uang, dan Pandemi. Apa Korelasinya?
Media Sosial dan Uang
Sebagai orang yang nggak bisa diam, sejak kuliah dulu pertama kalinya aku memanfaatkan media sosial untuk berjualan. Ada banyak yang aku tawarkan waktu itu, mulai dari buku-buku langka, hingga kosmetik Korea dan Jepang. And then, aku belajar bahwa selain berjualan produk, menjual jasa di media sosial pun dapat dimanfaatkan untuk mencari cuan. Mulai dari menulis blog; bikin review di blog, instagram, dan twitter, bikin postingan endorsement, content placement, jadi content writer ataupun influencer, jadi youtuber.
Bahkan menjadi seorang freelancer yang tidak terikat kantor di saat sekarang ini bukan sesuatu yang aneh lagi kok, dan bisa banget menjadi opsi untuk mencari pundi-pundi rupiah. Been there, done that. Medsos bahkan bikin aku bisa jalan-jalan gratis ke berbagai tempat, alhamdulillah yaaaa XP.
Media Sosial dan Pandemi
And then, sejak bulan Maret 2020 Indonesia resmi memiliki pasien positif coronavirus. Pandemi mulai melanda tanah air, membuat kita membatasi semua pergerakan. Mobilitas yang dipersempit ini membuat aku bersyukur bisa mulai bekerja di mana saja, sebab dengan menjadi blogger, sosial media juga jadi salah satu tempatku cari cuan dari mana saja, walaupun sudah beberapa bulan ini aku mulai bekerja kembali di kantor.
Bahkan sejak bulan Februari, aku mulai membatasi keluar rumah dan pakai masker. Aku bersyukur sih, bahwa aku sudah terbiasa untuk mengenakan masker. Sehingga seperti pada saat pandemi ini, memakai masker bukan lagi terasa seperti sebuah kewajiban. Menjadi seorang freelancer, praktis aku bisa memindahkan semua kerjaan ke rumah saja. Aku jadi merasa lebih safe and sound. Bahkan sekadar beli sampo aja sekarang aku belanja daring, beib!
Di saat pandemi ini pula, UMKM mulai memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan produknya. Usaha skala rumahan ataupun buatan tetangga pun nggak mau kalah. Mereka memanfaatkan whatsapp dan media sosial untuk berdagang, dan ternyata sangat membantu.
Social Media Burnout
Selain memiliki sisi positif, tentu saja media sosial pun punya sisi negatifnya. Lets say, ada kalanya bila kita terlalu sering membuka medsos dalam jangka panjang dapat membuat kita mengalami burnout, atau lebih tepatnya social media burnout. Ada beberapa tanda burnout yang harus kita pahami, seperti: gampang stres, merasa mengalami tekanan dari berbagai arah, pola tidur terganggu, jadwal makan berantakan, mudah naik darah.
Aku pribadi sudah beberapa kali mengalami social media burnout saat pandemi ini. Aku jadi merasa semua hal berubah menjadi mengesalkan dan stres terus memuncak. Dan setelah ditelusuri, ternyata yang menyebabkan burnout versiku ini adalah banyaknya berita hoax yang beredar. Bila burnout melanda, aku langsung mengatur waktu untuk sejenak hiatus dari medsos tentunya, agar kondisi burnout tersebut segera dapat teratasi.
Cara kedua yang aku lakukan adalah dengan memastikan bahwa kita dapat memilah-milah berita, apakah berita yang kita baca tersebut hoax atau bukan. Makanya aku selalu cari berita di situs yang dapat dipercaya seperti di Indozone. Dari berita hiburan sampai berita politik sekalipun, bisa aku dapatkan di Indozone, dan pastinya bebas hoax.
Dan segera setelah burnout teratasi, aku bisa kembali menggunakan media sosial secara positif. Kalian cerita dong, arti media sosial bagimu itu gimana sih? ^^
Memilih berita yang tepat merupakan salah satu cara menghindari dari hoax yang sedang jamur dimasa pandemi
ReplyDelete