24 Agustus untuk yang ke sekian kalinya. Bulan Agustus yang berulang setiap tahunnya. Selamat ulang tahun untukku.
Namun ada yang berbeda tahun ini. Bukan, bukan karena aku sudah kehilangan keinginan untuk merayakan ulang tahun seperti tahun-tahun sebelumnya. Bukan karena ucapan selamat ulang tahun yang hanya dari beberapa orang saja. Sebab sejujurnya aku tak peduli.
Bukan karena hari itu aku harus disibukkan dengan pekerjaan yang kemudian harus di-cancel keesokan harinya. Bukan. Bukan pula karena aku lupa mengucapkan selamat ulang tahun untukku sendiri dan tidak memberikan hadiah pada diri.
Kali ini, aku benar-benar merindukan Ibu. Sebut saja aku terlalu baper. Terlalu rindu.
Pada Ibu.
Bolehkah sesekali aku berkhayal bahwa akan ada Ibu, di sini, di sampingku? Yang menemaniku di saat hari-hari tersedihku, yang mengusap air mataku, yang memelukku saat kakiku bahkan tak kuat lagi berdiri?
Ah, berkhayal saja kamu.
Sama seperti ketidakpedulianku pada ulang tahunku sendiri, seperti itu pulalah aku tak peduli pada sakit dalam dada yang semakin lama semakin menghentak, menenggelamkanku dalam bayang-bayang masa lalu. Sakit yang semakin lama semakin membuatku rapuh dan menggerogoti jiwa.
Aku tak tahu sampai kapan rasa sakit itu masih terasa. Mungkin sampai esok hari. Bisa jadi minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau bahkan sepuluh tahun lagi. Biarlah kuserahkan kepada sang waktu yang berkuasa.
Karena kata orang, waktulah yang menyembuhkan luka. Duka. Dan semoga saja dusta.
Lantas jika waktu tak jua berhasil, kepada siapa lagi harus kupasrahkan semua? Kepada luka itu sendiri kah? Haruskah kumemohon pada luka untuk belajar menyembuhkan dirinya sendiri? Bisakah ia?
Bisakah aku bertahan akan semua?
Selamat datang dalam perjalanan hidupku.
Oleh sebab itu, sekali lagi kuucapkan: Selamat ulang tahun untukku.
-Well, ini hanya fiksi. Jenis tulisan yang dihasilkan dari pikiran yang tercetus secara tiba-tiba. Mari kembali mencoba menulis random, demi kepentingan belajar menulis fiksi kembali.-
No comments: